Sejarah Nabi Syam'un (Samson) Riwayat Ibnu Katsir.
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ
قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا
قَالُوا وَمَا لَنَا أَلا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ
دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلا
قَلِيلا مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
Artinya : Apakah kalian tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil
sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka,
"Angkatlah untuk karni seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah." Nabi mereka menjawab, "Mungkin sekali
jika kalian nanti diwajibkan berperang, kalian tidak akan berperang."
Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak
kami?" Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling,
kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa
orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Baqarah ayat 246).
Sejarah Nabi Syam'un (Samson) Riwayat Ibnu Katsir. Penulis : Rabiul Rahman Purba, S.H
Menurut Abdur- Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, nama nabi tersebut adalah
Yusya' ibnu Nun. Ibnu Jarir mengatakan bahwa nabi tersebut bernama Yusya' ibnu
Ifrayim ibnu Yusuf ibnu Ya'qub. Akan tetapi, pendapat ini jauh dari kebenaran,
mengingat Yusya' baru ada jauh setelah masa Nabi Musa. Sedangkan hal yang
dikisahkan di dalam ayat ini terjadi di masa Nabi Daud a.s., seperti yang
dijelaskan di dalam kisah mengenainya. Jarak antara masa Nabi Daud dengan Nabi
Musa kurang lebih seribu tahun, yakni lebih dahulu Nabi Musa a.s.As-Saddi mengatakan bahwa Nabi tersebut bernama Syam'un. Menurut Mujahid adalah
Syamuel.
Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad
ibnu Ishaq, dari Wahb ibnu Munabbih, bahwa dia adalah Syamuel ibnu Bali ibnu
Alqamah ibnu Turkham ibnu Yahd ibnu Bahrad ibnu Alqamah ibnu Majib ibnu Amrisa
ibnu Azria ibnu Safiyyah ibnu Alqamah ibnu Abu Yasyif ibnu Qarun ibnu Yashur
ibnu Qahis ibnu Lewi ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.
Wahb ibnu Munabbih dan lain-lainnya mengatakan, pada mulanya kaum Bani Israil
sesudah Nabi Musa a.s. berada dalam jalan yang lurus selama satu kurun waktu.
Kemudian mereka membuat-buat hal yang baru dan sebagian di antara mereka
ada yang menyembah berhala-berhala. Di antara mereka masih ada nabi-nabi yang
memerintahkan kepada mereka untuk berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat
kemungkaran, serta meluruskan mereka sesuai dengan ajaran kitab Taurat. Hingga
akhimya mereka melakukan apa yang mereka sukai, lalu Allah menguasakan mereka
atas musuh-musuh mereka, dan akhinya banyak di antara mereka yang terbunuh
dalam jumlah yang sangat besar, banyak yang ditawan oleh musuh-musuh mereka,
serta negeri mereka banyak yang diambil dan dijajah oleh musuh-musuh mereka.
Pada mulanya tiada seorang raja pun yang memerangi mereka melainkan mereka
dapat mengalahkannya.
Hal tersebut berkat kitab Taurat dan tabut (peti) yang telah ada sejak masa
lalu; keduanya diwariskan secara turun-temurun dari para pendahulu mereka
sampai kepada Nabi Musa a.s. Tetapi tatkala mereka tenggelam di dalam
kesesatannya, maka kedua barang tersebut dapat dirampas dari tangan mereka oleh
salah seorang raja di suatu peperangan. Raja tersebut dapat merebut kitab
Taurat dan tabut dari tangan mereka, dan tiada yang hafal akan kitab Taurat di
kalangan mereka kecuali hanya beberapa gelintir orang saja.
Kenabian terputus dari keturunan
mereka, tiada yang tertinggal dari kalangan keturunan Lewi yang biasanya
menurunkan para nabi selain seorang wanita hamil dari suaminya yang telah
terbunuh. Maka kaum Bani Israil mengambil wanita tersebut dan
mengarantinakannya di dalam sebuah rumah dengan harapan semoga Allah memberinya
rezeki seorang anak yang kelak akan menjadi seorang nabi bagi mereka. Sedangkan
si wanita tersebut terus-menerus berdoa kepada Allah Swt. agar diberi seorang
anak lelaki. Allah memperkenankan doa
wanita itu dan lahirlah darinya seorang bayi lelaki yang kemudian diberi nama
Samuel, yang menurut bahasa Ibrani artinya Allah memperkenankan doaku.
Di antara ulama ada yang mengatakan
bahwa bayi itu diberi nama Syam'un (Samson) yang artinya sama. Anak tersebut
tumbuh dewasa di kalangan kaumnya (Bani Israil) dan Allah menganugerahinya
dengan pertumbuhah yang baik. Setelah usianya dipandang cukup umur, ibunya
mengantarkan Samuel ke Masjid dan menyerahkannya kepada orang yang shaleh untuk
diberikan pelajaran dan amal ibadah.
Ketika usianya sampai pada usia kenabian, maka Allah mewahyukan kepadanya
yang isinya memerintahkan kepadanya agar mengajak dan menyeru kaumnya untuk mentauhidkan
Allah. Pada suatu malam ketika ,Samueul tidur
ia didatangi malaikat Jibril sehingga ia terbangun dari tidurnya.
Malaikat Jibril menyampaikan pada Samuel : “ Sesungguhnya Tuhan-mu, mengutus
dirimu kepada kaummu”!”. Peristiwa ini diabadikan dalam QS. Al-Baqarah ayat
246-251.
Lalu kemudian Samuel menyeru kaum Bani Israil, dan mereka meminta
kepadanya agar ia mengangkat seorang raja buat mereka yang akan memimpin mereka
dalam memerangi musuh-musuh mereka, karena raja mereka telah binasa.
Maka si Nabi berkata kepada mereka, "Apakah kalian benar-benar jika
Allah mengangkat seorang raja untuk kalian, bahwa kalian akan berperang dan
menunaikan tugas yang dibebankan kepada kalian, yaitu berperang
bersamanya?" Mereka menjawab, yang jawabannya disitir oleh
firman-Nya: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah,
padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami?" (Al-Baqarah: 246) Yakni negeri kami telah dirampas
dari tangan kami, dan banyak anak-anak kami yang ditawan. Allah Swt.
berfirman: Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun
berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Allah Maha Mengetahui
siapa orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 246) Yaitu mereka tidak memenuhi
apa yang telah mereka janjikan, bahkan kebanyakan dari mereka membangkang,
tidak mau berjihad; dan Allah Maha Mengetahui mereka.
Sumber : Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan terbitan
Sinar Baru Algesindo dan Sejarah Para Nabi karya Ibnu Katsir diterbitkan
Pustaka Al-Kautsar
Komentar
Posting Komentar