Gugurnya Khalifah Utsman bin Affan
Di masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan terjadi keguncangan politik yang melanda kaum Muslimin. Ketidakstabilan politik di masa kekhalifahan Usman bin Affan terjadi akibat beliau banyak mengangkat pejabat Gubernur di negeri-negeri muslim yang memiliki hubungan darah dengan beliau. Khufah (Irak) adalah sumber utama pemberontakan terhadap Khalifah Usman bin Affan. Penduduk Khufah (Irak) mengeluh terhadap pejabat-pejabat yang diangkat Khalifah Usman bin Affan. Selain itu ketidak stabilan politik dipicu banyak orang-orang Arab yang menerima harta rampasan perang padahal mereka tidak ikut dalam peperangan.
Tokoh utama yang menentang kebijakan
pemerintahan Usman bin Affan adalah Abu Zar al-Gifari, sahabat Nabi dan ahli
hadis terkemuka yang menganjurkan agar Khalifah Usman bin Affan memperbaiki dan
mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin di kalangan kaum Muslimin.
Usman bin Affan meminta pada Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan uang sebanyak
1000 Dinar kepada Abu Dzar al-Gifari. Oleh Abu Dzar, uang itu
dibagi-bagiakannya pada fakir dan miskin. Mengetahui hal itu, Muawiyah bin Abu
Sufyan menaruh rasa hormat yang tinggi pada Abu Dzar. Usman bin Affan kembali
mengirimkan uang pada Abu Dzar dan dizinkan tinggal di Rabzah, desa kecil di
Madinah.
Ustman Bermusyawarah
Melihat peropaganda jahat anti
politik Usman bin Affan bergejolak, pada muslim Haji tahun 34 Hijriah, ia memanggil
pejabat-pejabatnya untuk mengetahui penyebab terjadinya fitnah tersebut. Ketika
itu datang Abdullah bin Amir, Muawiyah bin Abu Sufyan, Abdullah bin Abi Sarh,
Sa’id bin As, dan Amr bin As. Usman bin Affan berkata pada mereka : “ Setiap
Imam mempunyai pembantu-pembantu dan penasihat-penasihat saya serta orang-orang
kepercayaan saya. Seperti yang sudah kalian ketahui, mereka menuntut supaya
saya memecat para Gubernur dan menggantinya dengan yang mereka sukai.
Berikanlah pendapat dan saran kalian”.
Abdullah bin Amir berkata : “ Amirulmukminin,
menurut hemat saya, tugaskanlah mereka ke medan perjuangan sehingga yang mereka
pikirkan hanya apa yang mereka hadapi”. Abdullah bin Sa’id berkata : “ Manusia
itu serakah, berilah mereka harta untuk mententramkan hati mereka”. Amar
bin Ash berkata : “ Amirulmukiminin, Anda sebagai penguasa Bani Umayyah
sudah dapat menguasai rakyat, apa yang Anda lakukan mereka sambut tapi kalau
Anda menyimpang maka mereka juga
menyimpang. Maka bersikap jujurlah dan kalau tidak mundurlah !”.
Setelah pertemuan itu, Khalifah
Usman bin Affan mengadakan pertemuan kembali dengan Ali bin Abu Thalib, Talhah
bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash. Muawiyah berkata : “ Kalian
adalah sahabat-sahabat dan para pendamping Rasulullah juga yang ikut
bertanggung jawab pada umat ini. Tak ada yang berambisi dalam masalah ini
selain kalian. Kalian sudah memilih kawan tanpa merasa senang dan bukan
mengharapkan sesuatu. Usianya sekarang sudah semakin lanjut, tak lama lagi ia
akan menjadi tua renta. Tetapi saya mengahrapkan kepada Allah akan memberi
karunia sampai ia dapat mencapai itu”.
Ali bin Abu Thalib berkata : “
Apa urusan Anda soal itu ? Tahu apa Anda ? Celaka ibumu!”. Mendengar itu
Muawiyah naik darah karena menyebut-nyebut nama ibunya Hindun binti Utbah.
Muawiyah berkata : “ Jangan memabawa-bawa ibuku. Dia tidak sejahat ibu-ibu
kalian. Dia sudah masuk Islam dan membaiat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam”.
Utsman bin Affan berkata : “ Saya
akan memberitahukan kepada kalian tentang saya dan untuk apa saya diangkat ?.
Kedua sahabatku yang sebelum saya telah menyiksa diri, mereka dengan ikhlas
sudah melaksanakan pekerjaan yang baik. Rasulullah memberi kepada kerabatnya
dan saya adalah dalam sebuah masyarakat kecil yang hidup miskin. Saya
mengulurkan tangan memberikan sebagian harta itu sebagai kewajiban saya. Tetapi
jika menurut kalian salah maka kritiklah. Saya akan menerima keputusan kalian”.
Mereka menjawab : “ Anda sudah benar dan baik sekali”.
Kedatangan Delegasi ke Madinah
Kota-kota lain juga telah mengikuti
jejak Kufah dalam menyatakan ketidak senangannya terhadap kebijakan Usman bin
Affan dan para pejabatnya. Dalam bulan Rajab
tahun 35 sebuah delegasi dari Mesir datang ke Madinah. Mereka menyurati
pengikut-pengikutnya untuk datang ke Madinah menemui Usman bin Affan. Delegasi
itu bertemu Usman bin Affan dan mengancam akan membunuh Usman bin Affan dan
menyamar seolah-olah jamaah Haji serta menyerbu Madinah.
Para sahabat Nabi berkumpul di
Masjid Nabawi dan meminta Khalifah Usman bin Affan menghukum mati para delegasi
itu namun Usman bin Affan menolak menghukum mereka. Usman bin Affan terus
membantah tuduhan fitnah terhadapnya. Para delagasi pemberontak itu menemui Ali
bin Abu Thalib dan menemui Thalhah agar mereka bersedia dibaiat menjadi
Khalifah menggantikan Usman bin Affan namun Ali menolak dan mereka menemui
Thalhah di Basrah tapi ia juga menolak rencana jahat tersebut. Delegasi itu
pergi ke Kufah menemui Zubair dan ia juga menolak mereka.
Abdullah bin Saba
Pemberontak dari berbagai penjuru
itu sebenarnya digerakan oleh tokoh-tokoh Yahudi yang pura-pura masuk Islam,
diantaranya adalah Abdulah bin Saba’ dan Abdullah bin Amir. Ia mendatangi
Basrah, Kufah, Mesir, Syam untuk menyebarkan fitnah dan hasutan agar terjadi
pemberontakan terhadap pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Ia diusir dari
Syam oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.
Dalam propagandanya, Abdullah bin
Saba’ mengatakan bahwa setiap Nabi mempunyai seorang penerima wasiat dan Ali
bin Abu Thalib adalah penerima wasiat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
dan penutup para wasiat itu. Usman bin Affan telah mengambil kedudukan dari Ali
secara tidak sah.
Surat Misterius
Para delegasi
pembrontak itu pura-pura pulang dari Madinah tetapi tidak beberapa lama mereka
kembali ke Madinah dengan jumlah yang besar sambil bertakbir sehingga penduduk
Madinah terkejut. Usman bin Affan mengumumkan bahwa barang siapa mengangkat
tangan akan dijamin aman. Ali bin Abu Thalib, Talhah dan Zubair bertanya pada
delegasi itu penyebab mereka datang ke Madinah. Mereka menjawab bahwa mereka menerima
surat misterius yang isinya mereka akan dibunuh dan sebagian disalib oleh
Khalifah Usman bin Affan.
Khalifah Usman
bin Affan menyatakan tidak pernah menulis surat dan memerintahkan hal tersebut.
Usman bin Affan mengirim surat meminta bantuan ke beberapa kota untuk
memadamkan pemebrontakan. Walaupun pemberontak berada di Madinah, Usman bin
Affan tetap mengimami shalat seperti biasa. Ada sumber menyebutkan
pemberontakan itu dimulai ketika penduduk Mesir tidak puas terhadap pejabat
yang diangkat Usman bin Affan di Mesir yaitu Abdullah bin Abi Sarh. Sahabat
Nabi dan Aisyah Ummul Mukminin menyarankan Usman bin Affan memecat Abdullah bin
Abi Sarh. Ia menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.
Namun pilihan
Usman bin Affan ditolak oleh penduduk Mesir dan mereka mendorong Marwan bin
Hakam, sekretaris Khalifah Usman bin
Affan agar mengirim surat atas nama Khalifah untuk membunuh Muhammad bin Abu
Bakar dan pejabat penting lainnya. Surat itu akhirnya terbongkar dan Khalifah
membantah ia yang menulis itu. Mereka meminta menyerahkan Marwan bin Hakam
untuk mereka adili karena membuat surat palsu itu tetapi Khalifah menolak
menyerahkannya karena khawtir mereka akan membunuhnya.
Tetapi Dr.
Thaha Husian dalam bukunya “Al-Fitnatul Kubra” menolak cerita itu, yang
benar menurutnya adalah Khalifah Usman bin Affan membuat perjanjian kesepakatan
dengan Delegasi pemberontak yang datang ke Madinah tetapi Marwan bin Hakam
mengubah kesepakatan itu yang sudah dijanjikan Usman bin Affan dan Marwan
mengusir delegasi itu dengan cara kasar. Ini menyebabkan pemberontak marah.
Usman bin Affan
Dibunuh Dengan Kejam
Pemberontak
menuntut Khalifah Usman bin Affan mundur dari jabatannya atau ia akan mereka
bunuh. Tetapi Usman bin Affan menolak permintaan mereka, ia berpikir mustahil
mereka akan berani membunuh sahabat tercinta Rasulullah dan Khalifah.
Pemberontak langsung mengepung rumah Usman bin Affan. Usman bin Affan berdoa :
“ Ya Allah, hilangkanlah jumlah mereka, bunuhlah mereka sehingga tidak ada
yang tersisa dari mereka”. Mereka melarang Usman bin Affan keluar rumah
untuk mengerjakan Shalat di Masjid Nabawi dan dijauhkan dari air. Ali bin Abu
Thalib berusaha memberi makan dan minum Khalifah Usman bin Affan namun pemberontak
melarangnya.
Pengepungan
rumaah Khalifah Usman bin Affan berlangsung selama 40 hari. Pada akhirnya
mereka masuk ke rumah Khalifah Usman bin Affan dan menyerangnya. Mereka
membakar pintu rumahnya. Para sahabat Nabi diantaranya Ali bin Abu Thalib,
Hasan, Husain bin Ali bin Abu Thalib, Talhah, Zubair dan istri Nabi yaitu Um
Habibah Umumulmukminin berusaha melindungi Usman bin Affan. Pada saat itu Usman
bin Affan hanya pasrah kepada Allah, ia tetap membaca Q.S Al-Baqarah dengan
Mushaf Al-Qur’an. Kemudian, pemberontak bernama Muhammad bin Abu Bakar yang
merupakan keponakan Usman bin Affan memegang janggut Usman bin Affan seraya
menghinanya. Usman bin Affan berkata : “ Kemanakanku, lepaskan janggutku !
Ayahmu pun tidak akan melakukan ini”. Mendegar itu ia mundur dan tidak
membunuh Utsman bin Affan namun ia tetap ikut dalam pemberontakan itu.
Kinanah bin
Bisyir mengangkat anak panah dan menghujamnya ke telinga Khalifah Utsman bin
Affan sampai tembus ke tenggorokan lalu menghantamnya dengan pedang, beliau
bermaksud menangkisnya akibatnya jari tangannya putus. Na’ilah istri Khalifah
Usman bin Affan juga jarinya terputus akibat berupaya menagkis pedang yang
diarahkan pada Khalifah. Saudan bin Hamran mengahantam Usman bin Affan di
bagian rusuknya hingga jatuh tersungkur. Peristiwa ini terjadi Jumat 18
Zulhijah tahun 35 Hijriah. Pemberontak juga merampok rumah Utsman bin Affan dan
Baitul Mal.
Pemberontak
melarang sahabat Nabi untuk memakamkan jenazah Khalifah Usman bin Affan hingga
selama 3 hari. Yang menghadiri pemakaman itu yang dibolehkan pemberontak hanya
Marwan bin Hakam, Jubair bin Mut’im, Hakim bin Hizam, Abu Jahm bin Huzaifah
al-Adawi, Niyar bin Makram dan kedua istri Usman bin Affan yaitu Na’ilah dan Um
al-Banin binti Uyainah. Rakyat awam melempari makam Khalifah Usman bin Affan
dan pemebrontak melarang Khalifah Usman bin Affan dimakamkan di samping Nabi
Muhammad Shalallallahu alaihi wasallam, ia dimakamkan di luar perkuburan Baqi’
saat itu. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada Khalifah Usman
bin Affan dan keluarga maupun para sahabat Nabi serta melaknat para pemberontak
Khalifah Usman bin Affan radiallahu anhu.
Sumber : Usman
bin Affan karya Dr. Muhammad Husain Haekal dan Prof. Dr. Jamaluddin Sarur dari
Universitas Kairo, Diterbitkan Litera AntarNusa
Komentar
Posting Komentar