Bani Israil Menjadi Kera dan Babi Yang Hina Dalam Al-Qur'an
Al-Baqarah, ayat 65-66
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنكُمْ فِي السَّبْتِ
فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا
خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara
kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian
kera-kera yang hina." Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi
orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Gambar; Bani Israil Jadi Kera Yang Hina Dalam Al-Qur'an.Penulis : Rabiul Rahman Purba, S.H
Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. berfirman bahwa
sesungguhnya kalian hai orang-orang Yahudi telah mengetahui azab yang menimpa
penduduk kampung itu yang durhaka terhadap perintah Allah dan melanggar
perjanjian dan ikrar-Nya yang telah Dia ambil dari kalian. Yaitu kalian harus
mengagungkan hari Sabtu dan menaati perintah-Nya. Dikatakan demikian karena
hal tersebut disyariatkan bagi mereka. Akan tetapi, pada akhirnya mereka
membuat kilah (tipu daya) agar mereka tetap dapat berburu ikan di
hari Sabtu, yaitu dengan cara meletakkan jaring-jaring dan
perangkap-perangkap ikan sebelum hari Sabtu.
Apabila hari Sabtu tiba dan ikan-ikan
banyak didapat sebagaimana biasanya, ikan-ikan tersebut terjerat oleh
jaring-jaring dan perangkap-perangkap tersebut, tiada suatu ikan pun yang
selamat di hari Sabtu itu. Apabila malam hari tiba, mereka mengamibil ikan-ikan
tersebut sesudah hari Sabtu berlalu. Ketika mereka melakukan hal tersebut,
maka Allah mengutuk rupa mereka menjadi kera. Kera adalah suatu binatang yang
rupanya lebih mirip dengan manusia, tetapi kera bukan jenis manusia. Dengan
kata lain, demikian pula perbuatan dan tipu muslihat mereka, mengingat apa yang
mereka lakukan itu menurut lahiriah mirip dengan perkara yang hak, tetapi
batiniahnya berbeda bahkan kebalikannya. Maka pembalasan dikutuk menjadi kera
itu merupakan balasan dari perbuatan mereka sendiri yang disesuaikan dengan
jenis pelanggarannya.Kisah ini disebutkan panjang lebar dalam tafsir surat Al
A’raaf yaitu pada firman-Nya:
“Dan tanyakanlah kepada Bani
Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar
aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di
hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada
mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik”. (Al-A'raaf:
163)
Demikianlah kisah tersebut secara
lengkap. As-Saddi mengatakan bahwa mereka adalah penduduk kota Ailah, demikian
pula menurut Qatadah. Kami akan mengetengahkan pendapat ulama tafsir secara
panjang lebar dalam tafsir ayat ini, insya Allah.Firman Allah Swt.: “Lalu
Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina." (Al-Baqarah:
65)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abu Haaifah,
telah menceritakan kepada kami Syibl, dari Ibnu Nujaih, dari Mujahid
sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hati merekalah yang dikutuk, bukan rupa
mereka. Sesungguhnya hal ini hanyalah sebagai perumpamaan yang dibuat oleh
Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam firman lainnya: “Seperti keledai
yang membawa kitab-kitab”. (Al-Jumu'ah: 5)
Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir, dari Al-MuSanna, dari Abu Huiaifah dan dari Muhammad ibnu Umar Al-Bahili
dan dari Asim, dari Isa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid dengan lafaz yang
sama. Sanad yang jayyid dan pendapat yang garib (aneh)
sehubungan dengan makna ayat ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat itu
sendiri. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
Katakanlah, "Apakah akan aku
beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya
daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang
yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang
dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah
tagut?" (Al-Maidah: 60).Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya,
dari ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya: “Lalu Kami berfirman kepada
mereka, "Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah:
65)
Bahwa Allah menjadikan sebagian dari
mereka (Bani Israil) kera dan babi. Diduga bahwa para pemuda dari kalangan
mereka dikutuk menjadi kera, sedangkan orang-orang yang sudah lanjut usianya
dikutuk menjadi babi.Syaiban An-Nahwi meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan
makna ayat ini, "Lalu Kami berfirman kepada mereka,kalian kera yang
hina'," bahwa kaum itu menjadi kera yang memiliki ekor; sebelum itu
mereka adalah manusia yang terdiri atas kalangan kaum pria dan wanita.
Atha Al-Khurrasani mengatakan,
diserukan kepada mereka, "Hai penduduk negeri, jadilah kalian kera yang
hina." Kemudian orangorang yang melarang mereka masuk menemui mereka dan
berkata, "Hai Fulan, bukankah kami telah melarang kamu (untuk melakukan
perburuan di hari Sabtu)?" Mereka menjawab hanya dengan anggukan kepala,
yang artinya "memang benar".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Rabi'ah di Masiiyyah, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Muslim (yakni At-Taifi), dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari
Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya nasib yang menimpa mereka yang
melakukan perburuan di hari Sabtu ialah mereka dikutuk menjadi kera sungguhan,
kemudian mereka dibinasakan sehingga tidak ada keturunannya."
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu
Abbas. bahwa Allah mengutuk mereka menjadi kera karena kedurhakaan mereka. Ibnu
Abbas mengatakan, mereka hanya hidup di bumi ini selama tiga hari. Tiada suatu
pun yang dikutuk dapat bertahan hidup lebih dari tiga hari. Sesudah rupa
mereka dikutuk dan diubah, mereka tidak mau makan dan minum serta tidak dapat
mengembangbiakkan keturunannya.
Karena sesungguhnya Allah telah
menciptakan kera dan babi serta makhluk lainnya dalam masa enam hari, seperti
yang disebutkan di dalam Kitab-Nya. Allah mengubah rupa kaum tersebut menjadi
kera. Demikianlah Allah dapat melakukan terhadap siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Dia dapat mengubah rupa ke dalam bentuk seperti apa yang
dikehendaki-Nya.Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah
sehubungan dengan firman-Nya: “Jadilah kalian kera-kera yang hina”. (Al-Baqarah:
65)
Yakni jadilah kalian orang-orang yang
nista dan hina (seperti kera). Hal yang semisal telah diriwayatkan dari
Mujahid, Qatadah, ArRabi', dan Abu Malik.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari
Daud ibnu Abul Hudari Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya
hal yang difardukan oleh Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama
dengan hari yang difardukan oleh Allah kepada kalian dalam hari raya kalian,
yaitu hari Jumat”.
Tetapi mereka menggantinya menjadi
hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan
mereka meninggalkan apa-apa yang diperintahkan kepadanya. Tetapi setelah mereka
membangkang dan hanya menetapi hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan
hari Sabtu itu dan diharamkan atas mereka banyak hal yang telah dihalalkan
bagi mereka diselain hari Sabtu. Mereka yang melakukan demikian tinggal di
suatu kampung yang terletak di antara Ailah dan Tur, yaitu Madyan. Maka Allah
mengharamkan mereka melakukan perbuman ikan di hari Sabtu, juga mengharamkan
memakannya di hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba,
maka ikan-ikan datang kepada mereka terapung-apung di dekat pantai mereka
berada. Tetapi apabila hari Sabtu telah berlalu, ikan-ikan itu pergi semua
hingga mereka tidak dapat menemukan seekor ikan pun, baik yang besar maupun
yang kecil. Singkatnya, bila hari Sabtu tiba ikan-ikan itu muncul begitu
banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak
berbekas.
Mereka tetap dalam keadaan demikian
dalam waktu yang cukup lama memendam rasa ingin memakan ikan. Kemudian ada
seseorang dari kalangan mereka sengaja menangkap ikan dengan sembunyisembunyi
di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan tersebut dengan benang, kemudian
melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat benang itu ke suatu pasak yang
ia buat di tepi laut, lalu ia pergi meninggalkannya. Keesokan harinya ia
datang ke tempat itu, lalu mengambil ikan tersebut dengan alasan bahwa ia tidak
mengambilnya di hari Sabtu. Selanjutnya ia pergi membawa ikan tangkapannya itu,
kemudian dimakannya. Pada hari Sabtu berikutnya ia melakukan hal yang sama,
temyata orang-orang mencium bau ikan itu. Maka penduduk kampung berkata, "Demi
Allah, kami mencium bau ikan."
Kemudian mereka menemukan orang yang
melakukan hal tersebut, lalu mereka mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka
melakukan hal tersebut dengan sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama; Allah
sengaja tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan
perburuan ikan secara terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar.
Segolongan orang dari kalangan mereka
yang tidak ikut berburu berkata, "Celakalah kalian ini, bertakwalah
kepada Allah." Golongan ini melarang apa yang diperbuat oleh kaumnya
itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan dan tidak pula
melarang kaum dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu
menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang keras." Mereka yang memberi peringatan kepada
kaumnya menjawab, "Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak
menyukai perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada
Allah)."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,
"Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka pada pagi harinya orang-orang
yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan masjid-masjidnya merasa kehilangan
orang-orang yang berburu, mereka tidak melihatnya. Kemudian sebagian dari
kalangan mereka berkata kepada sebagian yang lain, `Orang-orang yang suka
berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita lihat apakah yang sedang
mereka lakukan.'
Lalu mereka berangkat untuk melihat keadaan
orang-orang yang berburu di rumahrumah mereka, ternyata mereka menjumpai
nimah-rumah tersebut dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki rumahnya
masing-masing di malam hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti halnya orang
yang mengurung diri.
Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi
kera di dalam rumahnya masing-masing, dan sesungguhnya orang-orang yang melihat
keadaan mereka mengenal seseorang yang dikenalnya kini telah berubah bentuk
menjadi kera. Para wanitanya menjadi kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera
kecil."Ibnu Abbas mengatakan, seandainya Allah tidak menyelamatkan
orang-orang yang melarang mereka berbuat kejahatan itu, niscaya semuanya
dibinasakan oleh Allah. Kampung tersebut adalah yang disc-but oleh Allah Swt.
dalam firman-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., yaitu: “Dan tanyakanlah kepada
Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut”. (Al-A'raaf:
163).
As-Saddi meriwayatkan sehubungan
dengan tafsir firman-Nya:Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang
yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami
berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina." (Al-Baqarah:
65)
Mereka adalah penduduk kota Ailah,
yaitu suatu kota yang terletak di pinggir pantai. Tersebutlah bila hari Sabtu
tiba, maka ikan-ikan bermunculan. sedangkan Allah telah mengharamkan
orang-orang Yahudi melakukan suatu pekerjaan pun di hari Sabtu. Bila hari Sabtu
tiba, tiada seekor ikan pun yang ada di laut itu yang tidak bermunculan sehingga
ikan-ikan tersebut menampakkan songot (kumis)nya ke permukaan air. Tetapi bila
hari Ahad tiba, ikan-ikan itu menetap di dasar laut, hingga tiada seekor ikan
pun yang tampak, dan baru muncul lagi pada hari Sabtu mendatang.
Yang demikian itu dinyatakan di dalam
firman-Nya:Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang
terletak di dekat taut ketika mereka melanggar aturan pada hari
Sabtu, di .ctictu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di
hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. (Al-A'raaf:
163)
Maka sebagian dari mereka ada yang
ingin makan ikan, lalu seseorang (dari mereka) menggali pasir dan membuat
suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan dengan kolam galiannya itu. Apabila
hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya, lalu datanglah ombak membawa ikan
hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya. Ketika ikan-ikan itu hendak
keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu karena paritnya dangkal,
hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam tersebut.
Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki
itu datang, lalu mengambil ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan
hasil tangkapannya dan ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar. Ketika si
tetangga menanyakan kepadanya, ia menceritakan apa yang telah dilakukannya.
Maka si tetangga tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga
tersebarlah kebiasaan makan ikan di kalangan mereka.
Kemudian ulama mereka berkata,
"Celakalah kalian, sesungguhnya kalian melakukan perburuan di hari Sabtu,
sedangkan hari terse-but tidak dihalalkan bagi kalian." Mereka menjawab,
"Sesungguhnya kami hanya menangkapnya pada hari Ahad, yaitu di hari kami
mengambilnya." Maka orang-orang yang ahli hukum berkata, "Tidak, melainkan
kalian menangkapnya di hari kalian membuka jalan air baginya, lalu ia
masuk."
Akhirnya mereka tidak dapat mencegah
kaumnya menghentikan hal tersebut. Lalu sebagian orang yang melarang mereka
berkata kepada sebagian yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Firman Nya
:Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau
mengazab mereka dengan azab yang amat keras? (Al-A'raaf: 164).Dengan
kata lain, mengapa kalian bersikeras menasihati mereka, padahal kalian telah
menasihati mereka, tetapi ternyata mereka tidak mau menuruti nasihat kalian.
Maka sebagian dari mereka berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:Agar
kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan
kalian, dan supaya mereka bertakwa. (Al-A'raaf: 164)
Ketika mereka menolak nasihat
tersebut, maka orang-orang yang taat kepada perintah Allah berkata, "Demi
Allah, kami tidak mau hidup bersama kalian dalam satu kampung." Lalu
mereka membagi kampung itu menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh sebuah
tembok penghalang.
Lalu kaum yang taat pada perintah
Allah membuat suatu pintu khusus buat mereka sendiri, dan orang-orang yang
melanggar pada hari Sabtu membuat pintunya sendiri pula. Nabi Daud melaknat mereka yang melanggar di hari Sabtu
itu. Kaum yang taat pada perintah Allah keluar memakai pintunya sendiri, dan
orang-orang yang kafir keluar dari pintunya sendiri pula.
Pada suatu hari orang-orang yang taat
pada perintah Tuhannya keluar. sodang.kan orang-orang yang kafir tidak membuka
pintu khusus mereka. Maka orang-orang yang taat melongok keadaan mereka dengan
menaiki tembok penghalang tersebut setelah merasakan bahwa mereka tidak mau
juga membuka pintunya. Ternyata mereka yang kafir itu telah berubah ujud
menjadi kera, satu sama lainnya saling melompati.
Kemudian orang-orang yang taat
membuka pintu mereka, lalu kera-kera tersebut keluar dan pergi menuju suatu
tempat. Yang demikian itu dijelaskan di dalam firman-Nya:Maka tatkala mereka
bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami
katakan kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina!" (Al-A'raaf:
166).Kisah inilah yang pada mulanya disebutkan oleh firman-Nya:Telah
dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putra Maryam. (Al-Maaidah: 78). Merekalah yang dikutuk menjadi
kera-kera itu.
Menurut kami, tujuan mengetengahkan
pendapat para imam tersebut untuk menjelaskan kelainan pendapat yang
dikemukakan oleh Mujahid rahimahullah. Dia berpendapat bahwa kutukan
yang menimpa mereka hanyalah kutukan maknawi, bukan kutukan yang mengakibatkan
mereka berubah ujud menjadi kera. Pendapat yang sahih adalah yang mengatakan
bahwa kutukan tersebut maknawi dan tsuwari.Firman Allah Swt.:Maka
Kami jadikan yang demikian Uzi sebagai peringatan. (Al-Baqarah: 66)
Sebagian Mufassirin mengatakan
bahwa damir yang terkandung pada
lafaz faja'alnaahaa kembali kepada al-qiradah (menjadi
kera). Menurut pendapat lain kembali kepada al-hiitaan (ikan-ikan).
Menurut pendapat yang lainnya kembali kepada siksaan, dan menurut yang lainnya
lagi kembali kepada al-qaryah (kampung tempat mereka tinggal).
Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.Menurut pendapat yang
sahih, damir tersebut kembali kepada alqaryah, yakni Allah
menjadikan kampung itu; sedangkan yang dimaksud adalah para penduduknya,
karena merekalah yang melakukan pelanggaran di hari Sabtu.
Firman Allah Swt.: “Bagi
orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian”. (Al-Baqarah:
66). Damir “ha” kembali kepada al-qura (kampung-kampung).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Kami jadikan siksaan yang telah menimpa penduduk
kampung tersebut sebagai pelajaran atau peringatan bagi orang-orang yang ada
di kampung-kampung sekitarnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam
firman lainnya, yaitu:
Dan sesungguhnya Kami telah
membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah mendatangkan
tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka
kembali (bertobat). (Al-Ahqaf: 27).Termasuk ke dalam pengertian ini firman
lainnya, yaitu:Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya
Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi
daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari
tepi-tepinya (sekitarnya). (Ar-Ra'd: 41)
Makna yang dimaksud dengan
lafaz limaa baina yadaihaa wa maa khalfahaa ialah menyangkut
tempat, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Ibnu Ishaq, dari Daud ibnul
Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa limaa
bainaha artinya penduduk karnpung setempat; wa maa
khalfahaa, penduduk kampung-kampung yang di sekitamya. Hal yang sama
dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair, bahwa limaa baina yadaihaa wa maa
khalfahaa, artinya orang yang ada di tempat tersebut di masa itu.Telah
diriwayatkan oleh Ismail ibnu Abu Khalid, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi
sehubungan dengan tafsir firman-Nya:Maka Kami jadikan yang demikian itu
sebagai peringatan bagi orang-orang di masa itu. (Al-Baqarah: 66)
Maa baina yadaihaa artinya maa
qablahaa, yakni bagi orang-orang yang sebelumnya yang menyangkut masalah
hari Sabtu. Abul Aliyah, ArRabi', dan Atiyyah mengatakan bahwa wa maa
khalfahaa artinya buat orang-orang yang sesudah mereka dari kalangan Bani
Israil agar mereka tidak melakukan hal yang semisal dengan perbuatan
orang-orang yang dikutuk itu. Mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari
lafaz ma baina yadaiha wa maa khalfahaa berkaitan dengan zaman,
yakni sebelum dan sesudahnya.
Pengertian tersebut dapat dibenarkan
bila dikaitkan dengan orang-orang sesudah mereka, agar apa yang telah menimpa
penduduk kampung itu menjadi peringatan dan pelajaran bagi mereka. Jika dikaitkan
dengan orang-orang sebelum mereka, mana mungkin ayat ini ditafsirkan dengan makna
tersebut, yakni sebagai pelajaran dan peringatan buat orang-orang sebelum
mereka? Barangkali setelah dipahami tidak ada seorang pun yang mengatakan
demikian.
Dengan demikian, maka tertentulah
pengertan lafaz maa baina yadaihaa wa maa khalfahaa artinya
`buat orang-orang yang tinggal di kampung-kampung sekitamya'. Seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Jubair.Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan
dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, mengenai firman-Nya:Maka Kami
jadikan yang demikian itu sebagai peringatan bagi orang-orang di masa itu
dan bagi mereka yang datang kemudian. (Al-Baqarah: 66)
Bahwa makna yang dimaksud ialah
sebagai hukuman terhadap dosa-dosa mereka yang sekarang dan yang lalu.Ibnu Abu
Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, As-Saddi Al-Farra,
dan Ibnu Atiyyah bahwa limaa baina yadaihaa artinya `bagi dosa-dosa
kaum tersebut', sedangkan wa maa khalfahaa artinya `bagi
orang sesudahnya yang berani melakukan hal yang semisal dengan dosa-dosa mereka
itu'.
Ar-Razi meriwayatkan tiga buah
pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini: Yang pertama mengatakan bahwa makna
yang dimaksud dari lafaz maa baina yadaihaa wa maa khalfahaa ialah
`bagi orangorang sebelum mereka yang telah mcngetahui beritanya melalui kitabkitab
terdahulu dan bagi orang-orang sesudah mereka'.
Pendapat kedua mengatakan, makna yang
dimaksud ialah 'bagi para penduduk kampung dan umat-umat yang semasa
dengannya'. Pendapat ketiga mengatakan bahwa Allah Swt. menjadikan hal tersebut
sebagai hukuman buat orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut sebelumnya,
juga bagi orang-orang sesudahnya. Pendapat ketiga ini merupakan pendapat
Al-Hasan.
Menurut kami, pendapat yang kuat
ialah yang mengartikan bahwa maa baina yadaihaa dan wa maa
khalfahaa artinya `bagi orang-orang yang sezaman dengan mereka, juga
bagi orang-orang yang akan datang sesudah mereka', seperti makna yang
terkandung di dalam firman-Nya;Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan
negeri-negeri di sekitar kalian. (Al-Ahqaf: 27).Dan Allah telah
berfirman: “Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan
perbuatan mereka sendiri”. (Ar-Ra'd: 31)
Maka apakah mereka tidak melihat
bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi
luasnya dari segala penjurunya (Al-Anbiya: 44).Maka Allah menjadikan
mereka sebagai pelajaran dan peringatan buat orang-orang yang sezaman dengan
mereka, juga menjadi pelajaran bagi orang-orang yang kemudian melalui berita
yang mutawatir dari mereka. Karena itulah di akhir ayat disebutkan: “Serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (AlBaqarah: 66).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan
(Jail Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya:”Serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (AlBaqarah:
66). Yang dimaksud ialah bagi orang-orang sesudah mereka hingga hari
kiamat.Al-Hasan Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”. (AlBaqarah: 66). Ia
memperingatkan mereka sehingga mereka memelihara diri dari hal-hal yang
menyebabkan siksa Allah dan mewaspadainya.As-Saddi dan Atiyyah Al-Aufi
mengatakan bahwa makna firman-Nya: “Serta menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa”. (AlBaqarah: 66).
Menurut kami, makna yang dimaksud
dari lafaz al-mau'izah dalam ayat ini ialah peringatan.
Dengan kata lain, Kami jadikan azab dan pembalasan yang telah menimpa mereka
sebagai balasan dari perbuatan mereka yang melanggar hal-hal yang diharamkan
oleh Allah dan tipu muslihat yang mereka jalankan. Karena itu, hati-hatilah
orang-orang yang bertakwa terhadap perbuatan seperti yang mereka lakukan itu,
agar tidak tertimpa siksaan yang telah menimpa mereka.
Sehubungan dengan pengertian ini Imam
Abu Abdullah ibnu Buttah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah Az-Za'farani, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu
Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar, dari Abu Salamah,
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pemah
bersabda:Janganlah kalian lakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang Yahudi, karena akibatnya kalian akan menghalalkan apa-apa yang
diharamkan oleh Allah hanya dengan tipu muslihat yang rendah.
Komentar
Posting Komentar