Metode Mempelajari dan Memahami Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Oleh : Rabiul Rahman Purba, S.H
Rocky Gerung merupakan tokoh
Indonesia, Filsuf atau Intelektual terkenal dengan pemikirannya yang luas dan
menguasai berbagai ilmu dan pengetahuan sehingga banyak orang menjulukinya
“Profesor (Guru Besar)” walau ia menyatakan hanya sampai ia hanya menyelesaikan
studi strata satu dan pernah menjadi Dosen Universitas Indonesia (UI). Kelebihan
Rocky Gerung yang sulit ditandingi orang lain khususnya Akademisi yaitu selain
ia banyak membaca buku dari berbagai disiplin ilmu yang kebanyakan buku
tersebut terbit di luar negeri, ia mampu mengeolah apa yang ia baca dengan gaya
bahasanya sendiri dengan memukau dan logis, selain itu ia memiliki kesadaran
yang tinggi akan nasib rakyat yang berada di bawah kekuasaan yang berupaya
melemahkan demokrasi.
Tulisan ini tidak akan memuja dan memuji Rocky Gerung atau membahas sikapnya yang sering mengkeritik pemerintah tetapi pembahasan ini mengajak kita semua khususnya umat Muslim generasi muda untuk berupaya meneladani keilmuaan dan cara berpikir seorang Rocky Gerung. Pertama yang wajib kita teladani dari Rocky Gerung adalah menguasai ilmu dan pengetahuan dan kedua yaitu merealisasikan ilmu. Kebanyakan kita sering mengartikan ilmu dan pengetahuan merupakan satu kesatuan padahal sejatinya ilmu dan pengetahuan dua hal yang berbeda. Berikut pembahasannya.
I.Ilmu dan
Pengetahuan
Prof. Dr. S.I Poeradisastra dalam
bukunya “ Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern” menjelaskan
secara rinci perbedaan ilmu dan pengetahuan. Menurutnya, ilmu merupakan
pengetahuan yang telah disestematikan yakni disusun teratur mengenai suatu
bidang tertentu yang jelas batas-batasnya mengenai sasaran, cara kerja dan
tujuannya sedangkan pengetahuan adalah kumpulan fakta-fakta yang saling
berhubungan satu sama lain mengenai sesuatu hal tertentu dan kadang-kadang
belum ketat diikat oleh suatu kesamaan cara kerja yang disebut metodologi dan
merupakan satu disiplin ilmiah.
Bagi ilmu tidak cukup hanya
perenungan dan pendalaman pikir saja melainkan mesti berkembang melalui
penyerapan indra, pengumpulan data, penimbangan, pengukuran, penakaran,
meningkat dari data tentang hal-hal khusus kepada suatu kesimpulan yang umum
(induksi) dan sebaliknya dari yang umum kepada yang khas (deduksi).
Ilmu dan pengetahuan harus
bersanding dan dimiliki seorang Muslim. Cara mendapatkan ilmu dan pengetahuan
tidak cukup dengan menyelesaikan sekolah Dasar hingga strata (sarjana). Sarjana diartikan sebagai orang yang lulus
dari perguruan tinggi dengan membawa gelar. Jumlahnya banyak karena setiap
tahun universitas memperoduksi sarjana. Untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan menurut
Prof. Dr. Jalalludin Rakmat dalam bukunya “Islam Alternatif” yaitu Al-Qur’an dan sunnah, alam semesta,diri
manusia, dan sejarah umat manusia dan berikut pembahasannya;
1.
Al-Qur’an dan
As-Sunnah
Al-Qur’an dan Sunnah keduanya merupakan sumber pertama ilmu dan
pengetahuan. Al-Qur’an berulang kali mengingatkan agar kita umat-Nya memikirkan
ayat-ayat Allah dengan mengambil pelajaran darinya serta mengingatkan kita
untuk mengambil Rasul sebagai contoh. Al-Qur’an bukan hanya sebagai kitab suci
dalam artian diperlakukan istimewa tetapi Al-Qur’an harus dijadikan sebagai
landasan ilmu dan pengetahuan. Jika kita kembali sejarah islam, para Ulama dan
Ilmuwan terdahulu menciptakan dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan karena
berdasarkan telaah mereka atas ayat-ayat Allah yang bersifat Kauniyyah
(alam semesta). Beda halnya dengan saat ini banyak orang-orang Muslim yang
mempelajari dan mendalami Al-Qur’an hanya sebatas gramatikal ayat demi ayat,
mengkaji ilmu saraf dan nahu, berlomba-lomba menghafalnya agar dikatakan
sebagai Hafiz Qur’an.
Perintah pertama Allah dalam Al-Qur’an adalah Iqra
(Membaca) bahkan Nabi yang seorang Ummiy (buta huruf) sekalipun harus menerima
perintah Tuhan untuk baca !. Setelah perintah Tuhan selanjutnya pada Nabi yang
buta huruf adalah menulis. Prof. Ziauddin Sardar, pakar Futurologi dari Inggris
dalam bukunya “ Reading The Qur’an : The Contemporary Relevance of The
Sacred text of Islam” menyebutkan membaca dan menulis itu penting bukan
hanya bagi masyarakat terdidik yang hendak dibangun Al-Qur’an melainkan juga
menciptakan kebudayaan, menghasilkan pengetahuan baru dan jadinya membangun
peradaban dinamis yang maju dan menanamakan pemikiran kritis kepada manusia.Dalam
Al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 26 disebutkan :
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ
خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
Arab-Latin: Wa maṡalu kalimatin khabīṡating kasyajaratin khabīṡatinijtuṡṡat
min fauqil-arḍi mā lahā ming qarār. Artinya: Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
Lebih lanjut Prof Ziauddin Sardar
menyatakan kalimat dan tulisan yang baik bukan hanya bentuk penghiburan dan
alat untuk mengkomunikasikan pikiran, pengalaman, hikmah dan pengetahuan dari
satu individu ke individu, generasi ke generasi dan dari satu budaya ke budaya
lain. Akan tetapi kalimat yang baik tidak bisa dibaca sembarangan. Kita perlu
membaca dan mengevaluasi apa yang kita baca. Tanpa kesadaran kritis, kita tidak
bisa mendapatkan makna terbaik. Al-Qur’an menyampaikan bahwa membaca merupakan
latihan menafsir.
Ziauddin Sardar berkata, pada saat
ini tingkat melek huruf di banyak negera muslim teramat rendah terutama di
kalangan wanita kaum beriman. Tidak boleh dalih apapun untuk membenarkan
kekacauan ini karena pusat-pusat penelitian dan pendidikan dengan mudah diakses
dan gratis. Namun kemuduran dan kekacauan ini penyebabnya adalah pemujaan kaum
Muslim terhadap bentuk lisan Al-Qur’an, kita senang mendengar anak muda membaca
Qur’an atau menghafalnya tetapi hal itu menjadikan kita berpandangan tidak
perlu membaca dan menulis. Penyebab lain kemunduran umat Islam karena adanya
warisan kolonialisme dan ketegangan antara tradisi dan modernitas.
Kebudayaan
melek huruf, kebudayaan buku tidak begitu diapresiasi di banyak masyarakat
muslim. Para penulis buku memiliki kebiasaan yang tidak populer dan tidak
menguntungkan. Keperdulian memajukan pengetahuan dianggap ancaman terhadap
kekuasaan. Mengatasi buta huruf merupakan tugas utama masyarakat Muslim saat
ini kata Ziauddin Sardar. Kalau kita lihat perbandingan antara minat baca penduduk
mayoritas Muslim saaat ini dengan era terdahulu itu sangat jauh.
Sebagai contoh para pendiri bangsa Indonesia
seperti Mohammad Natsir, Ir. Soekarno, Buya Hamka, itu mereka semua adalah
penggemar baca buku, berbeda dengan generasi saat ini. Dalam konteks Rocky
Gerung, dalam wawancara di media Tempo, ia mengaku memiliki koleksi 20 ribu
buku. Pertanyaan besarnya adalah apakah ada ulama/sarjana kita yang membaca
buku ilmiah kita yang telah membaca sebanyak itu ? inilah tugas berat kita
untuk menciptakan generasi memiliki minat tinggi membaca buku yang mengandung
ilmu dan pengetahuan. Untuk menjawab tugas ini maka perlunya seperti Masjid
setiap daerah menyajikan buku/kitab dan membangun perpustakaannya sendiri serta
menarik minat baca generasi kita.
2.
Alam Semesta
Selain membaca buku atau kitab-kitab dan menuliskannya, sumber ilmu
dan pengetahuan adalah alam semesta. Al-Qur’an menyuruh kita memikirkan
keajaiban ciptaan Allah (Q.S 13 : 2-5), Penciptaan bumi dan lautan (Q.S 16 :
14-18), hujan dan halilintar (Q.S 30:24) dan langit dan bintang-bintang (Q.S
Q.S 50:6) dan lainnya. Dr. KH Jalaluddin Rakhmat berkata bahwa Al-Qur’an
menunjukan hal-hal di alam semesta yang semesta yang harus diteliti yaitu
materi yang mendasar penciptaan (Q.S 86:5, Q.S 24 : 45, Q.S 76 : 2), Peroses
penciptannya sendiri (Q.S 23: 12-14), peroses perubahan fenomena alam (Q.S 39
:21) dan hubungan manusia dengan alam.
Dr. Muhammad Iqbal (Filsuf, Penyair dan Pendiri Pakistan) berkata
bahwa dewasa ini manusia manusia membutuhkan tiga hal, pertama, interpertasi
spritual tentang alam semesta, kedua, kemerdekaan spritual dan ketiga,
prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna universal yang mengarahkan evolusi
masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani. Murthada Mutahari, Filsuf
terkemuka dari Iran dalam bukunya “ Manusia dan Alam Semesta”
menyebutkan dari sudut pandang Islam, sumber pengetahuan adalah tanda-tada alam
atau tanda-tanda yang ada di alam semesta semesta, yang ada dalam diri manusia
sendiri, dalam sejarah, dan berbagai peristiwa sosial dan dalam catatatan yang
diwariskan umat-umat terdahulu.
3.
Diri Manusia (Anfus)
Diri manusia adalah sumber ketiga ilmu. Allah berfirman “
Hendaklah manusia memeperhatikan dari apa Ia diciptakan” (Q.S 86 : 5).
Dalam diri manusia adanya pengetahuan yang diperoleh lewat ta’qqul,
tafaqquh, dan tadzakkur (merenungkan, memikirkan, memahami dan mengambil
pelajaran). Setelah ilmu dan pengetahuan dapat diperoleh lewat indrawi dalam
diri manusia, maka selanjutnya adalah pengetahuan akal. Ibnul Qayyim
Al-Juaziyah dalam bukunya “Madarij as-Salikin” menyebutkan ada tiga
macam ilmu yaitu ilmu jali yaitu terdiri atas pengetahuan dan akal dan ilmu
khafi yaitu yang diperoleh melalui Riyadah yang ikhlas dan tumbuh di
batin yang bersih dan badan yang suci dan ketiga, ilmu laduni yang
diberikan Allah langsung tanpa perantara.
Seperti yang disebutkan di atas, ilmu jali yang terdiri atas
pengetahuan dan akal ini terhadap orang yang mampu menguasainya disebut Allah
dalam Al-Qur’an sebagai Ulil Albab (orang-orang berakal). Allah
berfirman :
إِنَّ فِى خَلْقِ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى
ٱلْأَلْبَٰبِ
Arab-Latin: Inna fī khalqis-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfil-laili
wan-nahāri la`āyātil li`ulil-albāb. Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal (Q.S Al-Imran ayat 190). Akal dalam ilmu dan
pengetahuan ini kemudian bermanifestasi dalam wujud yang dikenal sebagai logika
dan filsafat. Logika menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya “Muqaddimah”
merupakan kaidah-kaidah yang memungkinkan seorang mampu membedakan antara yang
benar dan yang salah, di mana keduanya dalam definisi yang memberi informasi
tentang isi segala sesuatu (mahiyat) dan dengan alasan yang bermanfaaat
bagi presepsi.
Ibnu Khaldun berkata, dasar persepsi adalah sensibila yang
diterima melalui pancaraindra. Allah
memberi manusia kemampuan untuk berpikir karena dengan pikirannya dia menerima
ilmu-ilmu pengetahuan dan keahliannya. Kemampuan manusia untuk berpikir
dimulainya persoses baik melalui cara yang benar ataupun melalui cara yang
salah. Kemampuan berpikir pada manusia mengadakan seleksi dalam usahanya untuk
memperoleh pengetahuan yang dicarinya
dengan ketajaman/kecermatan,supaya manusia itu dapat membedakan yang benar dan
salah.
Ibnu Khaldun menyebut
peroses ini sebagai hukum logika (Qanun-L-Manthiq). Aristotles dari
Yunani orang pertama yang menciptakan metode-metode dan sistematis serta
uraian-uraian ilmu logika. Karyanya tentang logika diberi judul “ Organon”.
Para Ulama dan sarjana muslim muktahir menyebut logika dengan sebutan “Manthiq”.
Prof. Dr. IR. Poedjawijatna dalam bukunya “Logika Filsafat
Berpikir” menjelaskan bahwa objek format logika ialah mempelajari teknik
berpikir untuk mengetahui bagimana manusia dapat berpikir sebagaimana
mestinya. Menurutnya, dalam ilmu logika, bahasa itu harus mencerminkan maksud
setepat-tepatnya. Bahasa itu menurut tujuannya ada dua yaitu bahasa ilmiah dan
kesusatraan. Keduanya memiliki perbedaan satu sama lain. Bahasa ilmiah harus
logis karena ilmu artinya pengetahuan dan tahu ini mengikuti aturannya sendiri
yaitu logika.
Lebih lanjut, Prof IR. Poedjawijatna menyebutkan tugas logika ialah
meneropong berpikir bukan untuk menyelidiki bahasa walaupun erat hubungan
bahasa dengan logika karena bahasa adalah pencerminan dan alat berpikir.
Dasar-dasar ilmu logika menurutnya adalah pertama, keyakinan maksudnya adalah
ketika ia mengeluarkan pendapat (melalui bahasa) atas beberapa dasar, dasar itu
disebut sebagai Aksioma berpikir. Setiap ia mengeluarkan pendapat atas
pemikirannya, ia harus yakin terhadap pendapatnya. Kedua, kepastian yaitu jika
orang telah mempunyai keyakinan maka ia merasa pasti akan pengetahuannya, ia
mempunyai kepastian.
Setelah logika, manifestasi
akal dalam manusia yaitu Filsafat atau falsafah. Menurut Drs. H.A Mustofa dalam
bukunya “ Filsafat Islam ”, filsafat artinya adalah cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau pengetahuan. Filsafat adalah
hasil akal seseorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamya. Banyak orang mempelajari ilmu filsafat Barat dan Timur namun
ia tidak menguasai jalan berpikir filsafat sehingga kita banyak dapati para
filsuf Muslim saat ini masih mengikuti jalan pikir filsuf muslim abad yang
lampau, dimana mereka masih mendalami filsafat ketuhanan dan keakhiratan
(Paritatetik) sehingga tidak punya jalan pikiran baru yang membawa pada
kecerahan pemikiran masyarakat muslim dan disisi lain yang mempelajari filsafat
Barat hanya pada filsafat materialisme seperti etika dan tingkah laku manusia,
akal manusia namun sisi religiusnya hampa.
Tujuuan berpikir filsafat bukan hanya untuk berpikir akan alam
semesta dan penciptanya sehingga melahirkan teori-teori semata tetapi bagaimana
merenungi ciptaan Tuhan sehingga dari hal tersebut tercipta berbagai gagasan
yang membawa kemajuan besar bagi masyarakat (teori) kemudian dari teori itu
melahirkan pengamatan dan penelitian serta merelisasikannya dalam kehidupan
secara arif dan bijaksana. Lantas bagaimana metode berpikir filsafat ? Prof. Dr. IR Poedjawijatna dalam bukunya “Logika
Filsafat Berpikir” menyebutkan ada dua jalan pikiran berfilsafat yaitu
pertama Induksi yaitu jalan pikiran yang berdasarkan hasil pengetahuan dan
pengalamannya. Induksi ini dibagi atas
induksi sempurna dan tidak sempurna namun itu tidak akan dibahas detail di
tulisan ini. Kemudian kedua deduksi yaitu jalan pikiran dari hasil pemikiran
induksi yang telah berlaku di masyarakat kemudian dari hal tesebut akan muncul
kesimpulannya sendiri.
Selanjutnya, selain ilmu jali yang termanifestasikan dalam
bentuk logika dan filsafat, ada ilmu kahfi dan laduni. Untuk mendapatkan ilmu
kahfi dan laduni maka yang harus dilakukan adalah membersihkan jiwa (Nafs) dan
Qalbu, Aql (akal) dari sifat iri, hasut, takabur, sombong, rakus/tamak, maka
Allah akan menyingkap rahasia-rahasia ilmu dan pengetahuan kepadanya berupa
ilham dan hikmah.
Dalam Hadis sahih yang diriwayatkan Muawiyah bin Abu Sufyan, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam Bersabda : “ Jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang maka Allah akan menjadikannya pandai dalam ilmu pengetahuan”. Dalam Islam, orang yang mendapatkan anugerah Tuhan keistimewaan berupa ilham dan hikmah karena kebersihan jiwanya disebut sebagai Ulama (Intelektual). Untuk mendapatkan ilham ini menjaga kebersihan cara berpikir dan jiwa dan untuk mendapatkan ilmu hikmah ini menurut Maulana Muhammad Zakariya Al-Khandhalwi dalam bukunya “Fadilah Amal” yaitu dengan Qiyamul Lail (Shalat Malam).
II. Relisasi Ilmu dan Pengetahuan
Setelah meraih ilmu dan pengetahuan maka selanjutnya adalah
merealisasikan ilmu dan pengetahuan yang diperolehnya untuk melaksanakan
fungsinya sebagai Khalifah yaitu menciptakan kebaikan dan berupaya
menghancurkan kebatilan sehingga tercipta keadilan sesuai apa yang dikehendaki
oleh Allah. Tugas pertama, orang yang berilmu dan berpengetahuan adalah
mencerdaskan manusia sehingga sisi-sisi
watak serigala dalam diri manusia musnah. Dan tugas ini teramat berat karena
yang akan dihadapinya kekusaan orang yang berkuasa tetapi menjadikan
kekuasannya sebagai berhalanya, seperti yang dikatakan Prof. Dr.Yusuf
Al-Qardhwai dalam bukunya “Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid III”.
Penyebab utama terjadinya ketidakteraturan kehidupan umat manusia
yaitu banyaknya manusia yang menjadi pemimpin yang memegang kekuasaan yang hal
itu membuat dirinya menciptakan aturan-aturan hukum/kebijakan yang melanggar
hukum-hukum Allah dan batasan-batasan yang ditetapkan Allah. Bagimana-pun
pintar dan cerdasnya seorang pemimpin atau pemegang kekuasaan, ia pasti membuat
hukum berdasarkan nafsu syahwaniyah dan nafsu ghadabhiyah-nya.Oleh karenanya
dalam konteks hukum, Tuhan sendiri yang menciptakan hukumnya untuk manusia agar
tercapai kedamaian dan kesetabilan.
Nah tugas seorang berilmu dan berpengetahuan yaitu menjadi
bayang-bayang Tuhan dalam menegakan keadilan dan mengingatkan penguasa agar
berkuasa dengan adil. Malangnya orang-orang berilmu dan berpengetahuan ini
banyak yang ikut ternoda karena ia menguasai ilmu jali namun tidak dengan ilmu
kahfi dan ilmu laduni akibatnya mereka banyak tidak menjalankan fungsi
intelektualnya. Dan ini bukan hanya melanda Dunia Muslim tetapi juga melanda
Barat sehingga mereka memisahkan kekuasan agama dan negara untuk membatasi
kekuasan para ahli ilmu agama mereka sibuk memperkaya diri mereka atas nama
institusi agama.
Di Dunia Islam, yang cukup keras agar ahli ilmu ikut menegakan amar
ma’ruf nahi mun’kar ini diantaranya Ibnu Taimiyah, Imam Al-Ghazali, Abdul Qadir
Al-Jilani dan As-Surawardhi, dan banyak ahli ilmu yang berada di jalan lurus-lainnya.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengingatkan para ahli ilmu agar menjauhi
pribadi yang tidak memikirkan da mencerdaskan rakyat. Imam Al-Ghazali
berkeyakinan bahwa umat Islam bertanggung jawab untuk bangkit agar dapat
menghadapi amar ma’ruf nahi mungkar.
Karen Amstrong dalam bukunya “Muhammad Sang Nabi”
menyebutkan bahwa setelah masa Khulafa Ar-Rasyidin, umat Islam harus dipimpin
orang-orang yang tidak adil dan tidak memikirkan rakyat dan bangsa. Dan kalau
kita lihat hampir semua negera-negara Muslim mengalami ini. Ahmed T Kuru, Ph.D,
pakar politik dan Direktur Center For Islamic and Arabic Studies di
Amerika Serikat alam bukunya “ Otoritariasme dan Ketertinggalan”
menyatakan bahwa pada abad ke 7-11 Masehi, sebagian besar golongan ulama dan
cendikiwan Muslim yang mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan adalah sosok
independen, mereka bukanlah bagian dari birokrasi pemerintah tetapi abad ke 11
Masehi, terjadi perubahan dalam berbagai aspek. Ulama jadi bagian birokrasi
negara yang berkolaborasi dengan militer.
Dengan kata lain para ahli ilmu yang seharusnya terdepan beramar
ma’ruf nahi mungkar berubah menjadi pelayan atau pembantu kekuasaan. Dalam
konteks Indonesia saat ini, fungsi menegakan kebaikan, keadilan dan
mengingatkan kekuasaan agar tidak menginjak hukum-hukum Tuhan dan menjauhi
kerusakan akibat tangan-tangan orang berkuasa yang seharusnya diambil semua
ahli ilmu Muslim sekarang dijalankan
seperi Rocky Gerung, dan tokoh ahli ilmu lainnya yang jumlahnya tidak
banyak.
Seseorang yang telah mendapatkan ilmu dan pengetahuan ketika ia
tidak merealisasikannya untuk kemajuan bangsa dan amar ma’ruf nahi mungkar maka
Allah akan memberikan mencabut keberkahan ilmu yang diperolehnya dan di alam
akhirat ia akan temasuk orang yang durhaka kepada Tuhan dan umat.
Kesimpulannya : Rocky Gerung merupakan seorang
Intelektual yang menyadarkan kita bahwa kita sebagai Muslim yang telah
diberikan Allah metode memperoleh ilmu dan pengetahuan, kita harus menjadi
orang yang berilmu dan pengetahuan. Ilmu dan pengetahuan diperoleh dari sumber
Al-Qur’an dan Sunnah, Alam raya, diri manusia. Setelah manusia mendapatkan ilmu
baik ilmu jali, kahfi dan laduni maka ia akan mendaptkan status sebagai
ahli ilmu (Ulama/Intelektual) yang memiliki misi berat yaitu merealisasikan
ilmunya di masyarakat dan beramar maruf nahi mungkar untuk mewujudkan keadilan,
sesuai perintah Allah dalam Al-Qur;an Surah An-Nahl ayat 90 : Innallāha
ya`muru bil-'adli wal-iḥsāni wa ītā`i żil-qurbā wa yan-hā 'anil-faḥsyā`i
wal-mungkari wal-bagyi ya'iẓukum la'allakum tażakkarụ
.Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Saran : Kita sebagai generasi muda khususnya gen z,
harus memiliki semangat tinggi dalam mempelajari ilmu agama dan ilmu umum
karena jalan untuk meraih rahmat-Nya dan kemanfataan untuk bangsa dan negara
adalah dengan berilmu dan berpengetahuan. Tumbuh kembangkan minat membaca
ilmiah, membaca alam, bertafakur, menanamkan sikap berpikir dan berjiwa besar
sehingga benar-benar menjadi ahli ilmu (Ulama/Intekektual) bukan sekedar
sarjana yang berjibaku meraih gelar akademik agar terpenuhi kebutuhan hidup
namun kehilangan akan kebutuhan akan Tuhan dan kemanfataan terhadap umat. TERIMAKSIH.
]
Komentar
Posting Komentar