Sejarah Agama Bangsa Mesir Kuno dalam Kitab Al Milal Wa Al Nihal

KULIAHALISLAM Imam Syahrastani dalam kitabnya Al Milal wa An-Nihal menjelaskan bahwa pada mulanya bangsa Mesir memuja banyak Dewa namun pada suatu masa seluruh masyarakat Mesir hanya memuja beberapa Dewa yang sama derajatnya. Diantaranya Dewa Peperangan, Dewa Kesuburan, Dewa Cinta dan Kegembiraan, Dewa Matahari dan Dewa Bulan. Sebagaian besar Dewa bangsa Mesir kuno digambarkan berbentuk binatang.


 Dewa Air di daerah Fayum dilukiskan dalam bentuk Buaya. Dewa Hummu yang dipuja di daerah Riam dilukiskan dalam bentuk kambing hutan jantan. Dewa Amon yang dipuja oleh penduduk kota Thebe dilukiskan dalam bentuk biri-biri dengan tanduk melengkung sampai menutupi telinganya. Dewa Horis yaitu Dewa Matahari, dilukiskan dalam bentuk Burung Garuda.

Ketika pemikiran keagamaan mereka berkembang, mereka menggambarkan Dewa yang mereka puja dalam bentuk manusia berkepala binatang dengan berpakaian seperti pakaian nelayan Mesir, bajunya melilit tubuhnya, dibelakangnya ada ekor seperti biantang dan ditangannya memegang pedang dan lambang ketuhanan sebagai tanda kekuasaan. Dewa ini mempunyai istri dan anak;ketiganya dipuja dan tempatnya berada di dalam patung-patung yang bernama “Qudus al-Aqdas”.

Negeri Mesir terbagi dalam dua wilayah,wilayah utara ada satu Dewa yang bernama Horis dan daerah selatan bernama Set. Raja-raja Mesir (Fir’aun) meyakini bahwa roh Dewa berada di dalam tubuh Fir’aun. Setelah kedua wilayah tersebut bersatu yakni Mesir Utara dan Mesir Selatan menjadi satu negara, berkembanglah di kalangan bangsa Mesir pemujaan terhadap Dewa Osiris yang dahulunya merupakan Dewa lokal di sebagian daerah Mesir bagian utara.

Menurut mereka memuja Sungai Nil yang selalu memberikan kehidupan. Menurut mereka, Dewa Nil berbentuk laki-laki dan perempuan. Pada saat tertentu ia berbentuk laki-laki dan pada saat yang lain berbentuk perempuan. Saat berbentuk perempuan, ia mempunyai payudara dan saat berbentuk laki-laki, ia mempunyai jenggot yang tebal dimana menutupi sebagaian mukanya. Mereka juga memuja pelanet dan benda-benda langit. Ada meyakini bahwa Dewa Matahari berbentuk anak kecil yang duduk di atas bunga lotus yang tumbuh ditengah-tengah rawa-rawa.

Mereka mendirikan sebuah tiang besar dari baru untuk tempat Dewa Matahari yang diletakan ditengah-tengah kuil. Tiang ini dikenal sebagai “Oblesik” yaitu sebuah tiang segi empat panjang yang ujungnya berbentuk piramida. Dewa Ra merupakan Dewa Matahari yang dianggap sebagai Dewa Maha Agung yang menguasai seluruh alam semesta.

Ketika ibukota Mesir dipindahkan ke Thebe, orang-orang Mesir memuja Dewa Amon Ra sebagai dewa segala Dewa. Kuil-Kuil didirikan diseluruh Mesir sebagai tempat pemujaan kepada Amon Ra. Ketika Dewa Amon Ra menjadi Dewa seluruh bangsa Mesir, mereka tinggalkan peujaan kepada Dewa Matahari. Semua pendeta berusaha menyebarkan pemikiran Dewa Amon Ra kecuali Pendeta di Heliopolis yang tetap setia kepada Dewa Matahari.

Ketika Amenhotep ke-14 yang sebelumnya pernah berguru kepada para pendeta Heliopolis, menjadi Firaun Mesir, ia berusaha menyebarluaskan pemikiran tentang Dewa Matahari dan mendirikan sebuah kuil yang megah bersebelahan dengan kuil Amon. Ia membuaat Dewa Matahari dalam bentuk manusia berkepala burung elang dengan mahkota kalung matahari yang dibelit seekor ular, dinamakan Aton (Kalung Matahari) di atas kepalanya.

Amenhoptep memerintahkan bangsa Mesir untuk memuja Dewa Aton. Aton dijadikan sebagai agama resmin negara serta menghimbau seluruh rakyat Mesir agar memuja satu Dewa. Agama baru ini adalah agama Aton. Aton adalah pencipta, pengantur dan hakim bagi alam semesta bukan hanya terbatas pada orang Mesir saja. Setelah Amenhotep wafat, penggantinya berusaha memberantas agama Aton dan mengganti agama negara menjadi Tut-Ank-Aton yang berarti perwujudan Dewa Amon.

Pada masa pemerintahan Dinasti ke-19, kepercayaan dan pemujaan berkembang, mereka memuja Dewa Set seperti Fir’aun Seti pada Dinasti ke-19. Mereka juga memuja Dewa yang berwujud binatang dan didirikan kuil yang megah. Diantara binatang yang mereka puja adalah Mampis dan Ibis yang merupakan patung anak sapi. Menurut mereka, anak sapi Ibis adalah bola cahaya yang diturunkan dari langit yang dimasukan ke dalam rahim sapi induk sehingga sapi itu bunting dan melahirkan. Ciri khusus sapi ini adalah berwarna hitam, berbelang putih, didahinya ada warna putih segitiga, di sebelah pipi kanannya ada bulan sabit dan biasanya selalu ditutupi dengan kain berwarna merah.

Pada masa pendudukan Yunani, orang Yunani membawa tradisi baru dengan pemujaan terhadap para pahlawan. Ada beberapa makam di Mesir yang selalu diziarahi dan dihormati. Para pemikir Yunani termasuk kelompok Dewa yang dipuja bangsa Mesir kuno diantaranya adalah Aminunis bin Habu. Aminunis adalah arsitek terkenal pada masa pemerintahan Fir’aun Amonmahat III. Kemudia mereka juga memuja Amon Khatib yang merupakan arsitek terkenal pada masa Fir’aun Rozer dari Dinasti ke-3, yang dikenal sebagai ahli filsafat dan kedokteran.

Kemudian, Fir’aun Ptolemeus I membuat Dewa baru bernama Sarabis. Pemujaan Dewa Sarabis dilakukan dalam upacara besar. Dewa Sarabis dijadikan Dewa satu-satunya yang dipuja bangsa Mesir pada masa pemerintahan Fir’aun Ptolemeus I. Bangsa Mesir meyakini bahwa manusia akan hidup kembali di alam lain seperti halnya kehidupan di dunia ini juga. Kehidupan setelah kematian ini akan bergantung pada apa yang mereka peroleh di dunia namun di alam kedua itu mereka tidak akan merasakan sakit, tidak akan merasakan lapar dan dahaga.

Kewajiban keluarga adalah mempersiapkan apa yang diperlukan oleh si mayat. Orang kaya boleh membawa harta kekayannya ke dalam kuburnya sementara itu para pendeta mempersiapkan korban-korban yang diperlukan. Bangsa Mesir kuno meyakini bahwa kuburan yang gelap itu bukanlah penjara bagi orang-orang yang mati tetapi pada saat siang hari, rohnya akan berjalan di muka bumi. Namun roh-roh tersebut selalu waspada dari musuh-musuhnya yang diberi kekuasaan untuk menyakiti seperti ular, buaya dan kalajengking.Oleh karenanya roh harus dipersenjatai dengan mantra-mantra yang dapat memelihara dirinya dari serangan musuh.

 

Sumber : Imam Syarahstani dalam kitabnya Al Milal wa An-Nihal

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umat Kristen Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Shafiyyah binti Huyaiy Istri Rasulullah Berdarah Yahudi

Mengapa Bangsa Arab Meninggalkan Palestina Menurut Karen Amstrong ?